LAPORAN PRAKTIKUM
EMBRIOLOGI
|
|
Gelombang I
Kelompok V
|
LABORATORIUM
EMBRIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH
KUALA
DARUSSALAM – BANDA
ACEH
2013
|
LAPORAN PRAKTIKUM
EMBRIOLOGI
Oleh
Gelombang I Kelompok 5
NAMA
|
NIM
|
CYNTYA
DESFARIZA
|
1202101010021
|
ELSA
SUARNI
|
1202101010103
|
FLOREN
TINA M.G
|
1202101010137
|
HARRYANTO
ARLEN
|
1202101010056
|
MIRNA
SYAFRANI
|
1202101010156
|
NURSAIDA
NASUTION
|
1202101010030
|
REVA DIANA YANTI
|
1202101010141
|
SYLVIA P.N KELIAT
|
1202101010036
|
Asisten “JOHARSYAH HUTABARAT,
S.KH”
LABORATORIUM EMBRIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2013
KATA PENGANTAR
Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur
atas kehadiran Allah SWT, yang melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum embriologi ini.
Syalawat beriring salam, penulis ucapkan kepada Nabi
Muhammad SAW, selaku inspirasi dari seluruh umat islam di dunia.
Dalam penulisan laporan praktikum embriologi ini penulis
tidak terlepas dari berbagai hambatan, baik dalam struktur penulisan,
penyampaian isi, penyusunan kalimat dan pemakaian tanda baca, tapi berkat
bantuan berbagai pihak sehingga laporan ini dapat tersusun dengan baik, oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1.
Drh. Dian Masyitha, M.Sc selaku koordinator dan dosen pembimbing mata
kuliah Embriologi.
2.
Joharsyah
Hutabarat, S.KH selaku asisten pembimbing Gelombang I Kelompok 5 pada
Laboratorium Embriologi.
3.
Seluruh rekan-rekan mahasiswa yang
terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung selaku mahasiswa Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam pembuatan laporan ini
masih terdapat kekurangan, baik dari penulisan serta pembahasan, oleh sebab itu
penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun, guna
penyempurnaan laporan ini.
Banda
Aceh, 29 Maret 2013
Penulis
Gelombang I Kelompok 5
DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ............................................................................................... 4
CARA MENGUKUR PANJANG FOETUS ............................................ 5
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 6
B. Tujuan
......................................................................................... 7
C.
Manfaat
........................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
........................................................................... 14
B.
Cara Kerja .............................................................................. 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Hasil ........................................................................................... 15
b.
Pembahasan ............................................................................... 18
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
CARA MENGUKUR PANJANG FOETUS
LABORATORIUM
EMBRIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH
KUALA
DARUSSALAM – BANDA
ACEH
2013
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan
individu baru selama kebuntingan merupakan hasil dari perbanyakan jumlah sel,
pertumbuhan, perubahan susunan serta fungsi sel. Peristiwa tadi mempengaruhi
perubahan-perubahan tertentu, beberapa di antaranya merupakan ciri dari tahap
perkembangannya. Meskipun perkembangan anak dalam kandungan berlangsung terus
menerus, namun kebuntingan kadang-kadang dinyatakan terdiri dari 3 tahap
yaitu periode ovum, periode embrio dan periode fetus.
Embrio dan foetus
berkembang mengikuti suatu pola tertentu. Pada awalnya, jumlah sel meningkat
diikuti oleh diferensiasi dan perkembangan berbagai system organ. Pada berbagai
ternak memiliki perkiraan umur yang berbeda-beda.
Berdasarkan uraian diatas, sebagai
mahasiswa kedokteran hewan sangat perlu dilakukan untuk
memahami metode pengukuran umur foetus dan sebagainya. Dalam laporan ini akan dibahas mengenai foetus, fase foetus dan
metode pengukuran umur foetus.
Foetus adalah mamalia
yang berkembang setelah fase embrio dan sebelum kelahiran.
Dalam bahasa Latin,
fetus secara harfiah dapat diartikan "berisi bibit muda,
mengandung". Pada manusia, janin berkembang pada akhir minggu kedelapan kehamilan,
sewaktu struktur utama dan sistem organ terbentuk, hingga kelahiran.
Ada dua cara untuk mengukur
panjang foetus, yaitu :
·
Curved Crown Rump
Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur
panjang saluran tubuh foetus dimulai dari pangkal ekor berbentuk garis curva
forehead. Cara ini tidak lazim dipakai.
·
Straight Crown Rump
Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur
panjang tubuh foetus mulai dari pangkal ekor berbentuk garis lurus sampai
forehead. Cara inilah yang sering digunakan.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk, :
1.
Mengetahui panjang foetus pada
masa kandungan.
2.
Mengetahui berat foetus pada masa
kandungan.
3.
Mengetahui umur foetus pada masa
kandungan.
C. Manfaat
Agar
mahasiswa mengetahui rasio ukuran foetus dan berat foetus berdasarkan usia
kebuntingan, dan umur cara mengetahui umur foetus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kebuntingan berarti keadaan dimana
anak sedang berkembang di dalam uterus seekor hewan betina. Suatu interval
waktu, yang disebut periode kebuntingan (gestasi), dimulai dari saat pembuahan
(fertilisasi) ovum, sampai lahirnya anak. Hal ini mencakup fertilisasi, atau persatuan
antara ovum dan sperma; nidasi atau implantasi, atau perkembangan membran
fetus; dan berlanjut ke pertumbuhan fetus (Frandson, 1992).
Menurut Roberts (1956) yang
dimaksud periode ovum adalah periode yang dimulai dari fertilisasi sampai
implantasi, sedang periode embrio dimulai dari implantasi sampai saat
dimulainya pembentukan alat-alat tubuh bagian dalam. Periode ini disambung oleh
periode fetus. Jadi periode fetus adalah periode yang terakhir; dimulai dari
terbentuknya alat-alat tubuh bagian dalam, terbentuknya ekstremitas, sampai
lahir. Menurut Hafez (1974), pembagian ini agak sedikit berlainan. Yang
dimaksud periode ovum adalah ovum yang diovulasikan sampai terjadinya
fertilisasi. Dari sejak fertilisasi, implantasi sampai terbentuknya alat-alat tubuh
bagian dalam disebut periode embrio; selanjutnya periode fetus. Seluruh
penghidupan makhluk baru dalam uterus disebut periode embrio (Partodihardjo,
1982).
Menurut Salisbury (1985), perbedaan
bentuk dan perubahan-perubahan yang terjadi pada anak sapi dalam
kandungan pada
periode foetus sampai lahir
dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
Fetus (46-280 hari)
|
46-54
|
Bila diperbandingkan ukuran hati mengecil,
bagian-bagian lain memanjang
|
60
|
Kelopak mata menutup
|
|
70
|
Pengerasan tulang-tulang
|
|
90
|
Timbul kelenjar rambut-rambut
|
|
100
|
Celah tanduk nampak
|
|
110
|
Mulai tumbuh gigi
|
|
150
|
Tumbuh rambut sekitar mata dan hidung
|
|
180
|
Pengerasan tulang menyeluruh
|
|
230
|
Tumbuh rambut sekujur tubuh
|
|
280
|
Lahir
|
Faktor-faktor foetal adalah suatu
hubungan terbalik antara lama kebuntingan dan besar “litter” banyak dilaporkan
pada beberapa spesies kecuali pada babi. Fetus yang banyak pada jenis hewan
monotokus juga mempunyai masa kebuntingan yang lebih singkat. Anak sapi kembar
berada dalam kandungan 3-6 hari kurang dari anak sapi tunggal. Faktor
lingkungan, perpanjangan masa kebuntingan pada kuda sesudah perkawinan di
musim dingin dinyatakan disebabkan oleh penundaan implantasi. Akan tetapi,
perbedaan musim tidak mempengaruhi masa kebuntingan pada sapi perah.
Kelenjar hormon yang terlibat dalam
fase kebuntingan: corpus luteum, plasenta, folikel, hipotalamus dan hipofisa.
Kelenjar endokrin yang lain, misalnya thyroid, adrenal dan sebagainya merupakan
kelenjar endokrin yang menunjang ke lima kelenjar endokrin yang disebutkan
terlebih dahulu. Dari ke lima kelenjar endokrin yang disebut ini, kelenjar
hipotalamus dan kelenjar hipofisa merupakan kelenjar pengatur, sedang yang
memegang peran utama adalah korpus luteum sebagai penghasil progesteron,
plasenta sebagai penghasil progesteron dan estrogen dan folikel sebagai
penghasil estrogen. Peranan folikel sebagai penghasil estrogen pada waktu hewan
betina dalam keadaan bunting hanya jelas pada kuda, sedangkan pada spesies lain
folikel tidak tumbuh atau hanya sekali-kali dijumpai pada sapi (Partodihardjo,
1982).
Plasenta adalah
suatu tenunan yang tumbuh dari embrio dan induknya,dan terjadi saat proses
pertumbuhaan embrio yang diperlukan untuk menyalurkan zat makanan dari induk
kepada anak,sisa makanan akan dikeluarkan ke induk. Amnion adalah
selaput yang menylubungi fetus bagian paling dalam, chorion adalah selaput yang
menyelubungi fetus bagian paling luar, alllantois adalah selaput antaraamnion
dan chorion. Amnion berfungsi sebagai pelindung embrio/fetus menjadi kering,
mencegah perlekatan embrio atau foetus terhadap selaput lain, dan sarana
pengangkut zat makanan dan oksigen ke foetus. Alantois berfungsi sebagai
kantung air kencing ekstra emrional dan sarana penampung sisa hasil
metabolisme. Bentuk plasenta induk adalah endometrium uterus yang dikenal
dengan Korunkula, dan bagian plasenta foetus adalah chorioallantois dikenal
dengan kotiledon. (Sumaryadi, 2003)
Fetus tumbuh di bagian uterus.
Nalbandov (1975), menyatakan bahwa uterus biasanya memiliki dua buah tanduk dan
sebuah tubuh. Seluruh organ tersebut melekat pada dinding pinggul dan dinding
perut dengan perantaraan ligamen uterus yang lebar (ligamentum lata uteri).
Melalui ligamen inilah uterus menerima suplai darah dan saraf. Lapisan luar
ligamentum lata uteri membentuk ligamen uterus yang melingkar (ligamentum teres
uteri). Menurut Frandson tahun 1992, uterus ternak yang tergolong mamalia
terdiri dari corpus (badan), serviks (leher), dan dua tanduk atau kornua.
Proporsi relatif dari tiap-tiap bagian itu bervariasi tergantung spesies,
seperti juga halnya bentuk maupun susunan tanduk-tanduk tersebut. Corpus
(badan) uterus ukurannya paling besar daripada kuda, lebih kecil pada domba dan
sapi, dan pada babi serta anjing, kecil saja. secara superfisial, pada uterus sapi
tampak relatif lebih besar dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya, karena
bagian kaudal dan tanduk tergabung dengan ligamen interkornual. (Toelihere, 1981)
Hereditas. Ukuran
foetus secara genetic ditentukan oleh komplemen gene-nya sendiri, komplemen
gene induk dan kompetisi intrauterine dengan foetus lain. Kontribusi genetic
maternal dalam variabilitas ukuran foetus jauh lebih besar daripada kontribusi
paternal ; pada kenyataannya, telah diperkirakan bahwa 50-75 % variabilitas
dalam berat lahir ditentukan oleh factor-faktor maternal.
Fase foetus ditentukan mulai dari terbentuknya
organogenesis dan terbentuknya anggota gerak (ekstremitas) sampai foetus
lahir. Tingkat perkembangan foetus saat ini telah dapat mengekstraksi
zat-zat makanan dari sistem sirkulasi induk dengan perantara plasenta.
Estimasi umur foetus dalam hari =
2,5 x (CRL cm + 21) atau
Estimasi umur foetus dalam bulan = √2xCRL inches. Penentuan umur fetus bisa dilakukan dengan metode CRL (Crown Length Rump). Menurut Toelihere (1985), gambar fetus sebagai berikut:
Estimasi umur foetus dalam bulan = √2xCRL inches. Penentuan umur fetus bisa dilakukan dengan metode CRL (Crown Length Rump). Menurut Toelihere (1985), gambar fetus sebagai berikut:
Keterangan : BCVRT = panjang keseluruhan fetus
C-R = kepala- pangkal ekor
CVR = curva kepala-pangkal ekor
VR = panjang columna vertebralis
VRT = panjang columna vertebralis dan ekor
Perkiraan umur fetus menurut metode pengukuran CRL
Sapi
|
Domba
|
|||
No
|
Panjang C-R (cm)
|
Umur Fetus (bulan)
|
Panjang C-R (cm)
|
Umur Fetus
|
1
|
0,9
|
1
|
1
|
3 minggu
|
2
|
6-8
|
2
|
2
|
5 minggu
|
3
|
14-17
|
3
|
3
|
6 minggu
|
4
|
20
|
3,5
|
8
|
2 bulan
|
5
|
26
|
4
|
16
|
3 bulan
|
6
|
30
|
4,5
|
25
|
4 bulan
|
7
|
30-37
|
5
|
40-53
|
5 bulan
|
8
|
45
|
6
|
-
|
-
|
9
|
60
|
7
|
-
|
-
|
10
|
70-75
|
8
|
-
|
-
|
n 11
|
80-100
|
9
|
-
|
-
|
Pada kuda sebagian
besar tubuh foetus terdapat di dalam korpus uteri, sedangkan pada sapi di
koruna uteri. Walaupun demikian foetu kuda beradaa pada kedudukan yang sama
pada foetus sapi. Pada babi pengeluaran foetus secara individual dari kedua
koruna uteri berlangsung teratur dan dimulai pada bagian dekat cerviks.
Kriteria utama
untuk menentukan umur foetus adalah waktu kopulasi dan ovulasi atau berat dan
panjang foetus, suatu pengukuran diambil dari ujung hidung sampai kor melalui
punggung pada suatu daratan sagital. Panjang kaki atau kepala dipakai dalam
penentuan umur foetus sapi . semua metode ini dapat bervariasi karena waktu
ovulasi yang tepat tidak dapat ditentukan, sedangkan pengukuran berat dan
panjang foetus tergantung pada bagian bangsa, strain, umur induk, ukuran
litter dan musim kelahiran.(Salisbury,1985)
Suatu metode ideal
untuk menentukan umur foetus hendaknya berpatokan pada diferensiasi dan
perkembangan. Akan tetapi informasi ini tidak tersedia untuk ternak mamalia.
(Salisbury 1985)
Untuk pemeriksaan
umur foetus sa di rumah-rumah potong setelah induknya disembelih sering dan
perlu dilakukan perkiraan umur masa kebuntingan dengan cara visual atau
pengamatan.
Perkembangan teknologi masa kini telah
menghadirkan alat-alat yang dapat mempermudah dalam menegakkan suatu diagnosa,
antaral ain Roentgenografi, Computed Tomography (CATscan),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), fluoroscopy, biopsi, dan
ultrasonography (USG) (Bartgesetal. 2007).
Roentgenografi (X-ray) dapat digunakan dalam
mendiagnosa kebuntingan pada hewan kecil khususnya anjing. Namun diagnosa dapat
dilakukan setelah terbentuknya kalsifikasi atau pertulangan pada fetus yaitu
pada umur kebuntingan 15 hari (Robert. 1971).
Untuk itu USG menjadi salah satu alat Bantu
diagnosa yang sangat penting dibidang kedokteran hewan. Teknik ini membantu
dokter hewan mendapatkan informasi dengan cepat mengenai sistem tubuh secara
umum dan mengetahui adanya kelainan fungsi organ. Selain itu, USG dapat
digunakan dalam memberikan informasi terbaru untuk mengetahui anatomi dasar dan
proses fisiologi (Goddard. 1995).
USG telah berkembang pesat dalam dunia
kedokteran hewan sejak sepuluh tahun yang lalu. USG pertama kali digunakan
untuk mendiagnosa kebuntingan. Kebuntingan pada hewan kecil dapat didiagnosa
menggunakan USG pada umur kebuntingan 32-35 hari. (Robert. 1997).
Tetapi saat ini USG telah digunakan untuk
mendiagnosa penyakit terutama dalam pencitraan jaringan lunak. Ultrasonografi
bersifat non-invasive dan tidak menyebabkan timbulnya reaksiionisasi,
sehingga aman bagi dokter, hewan, atau pasien maupun klien. Belum pernah ada
laporan yang menyatakan efek negatif dari ultrasonografi, prinsipnya adalah
penggunaan yang tepat dan benar. Diagnostik ultrasonografi menggunakan prinsip pulse-echo
total exposure pada jaringan tubuh dengan intensitas sangat rendah
dan aman sehingga aman baik bagi operator maupun pasien (Barr. 1990).
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
1.
Bak alumunium
2.
Benang / tali
3.
Penggaris
4.
Pinset
5.
Foetus yang sudah diawetkan
B. Cara Kerja
1.
Foetus yang telah disediakan
dikeluarkan dari dalam stoples dan diletakkan di atas baki alumunium
2.
Dilakukan pengukuran dengan cara
CC-R dan SC-R
3.
Pengukuran CC-R dilakukan dengan
cara mengukur panjang saluran tubuh foetus dimulai dari pangkal ekor berbentuk
kurva sampai forehead
4.
Pengukuran SC-R dilakukan dengan
cara mengukur panjang tubuh foetus mulai dari pangkal ekor berbentuk garis
lurus sampai forehead. Cara ini yang sering digunakan
5.
Catat hasil pengukuran
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari
hasil pengukuran foetus sapi maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Metode CC-R
Metode SCR
Maka
didapatkan hasil sebagai berikut :
Metode
|
Umur
|
Panjang
Tubuh
|
Panjang
|
Rasio
|
Panjang
|
Rasio
|
||||
K
|
B
|
K
|
B
|
KD
|
KB
|
KD
|
KB
|
|||
CC-R
|
|
74
|
21,5
|
53
|
1
|
3
|
41,5
|
57
|
7
|
9
|
SC-R
|
|
34
|
15
|
29
|
1
|
2
|
23
|
21
|
8
|
7
|
Tabel Hasil Pengukuran
Keterangan :
K : Kepala
B : Badan
KD : Kaki Depan
KB : Kaki Belakang
Dari hasil pengamatan didapatkan panjang foetus 58 cm
dengan tekhnik CC-R dan 51cm dengan tekhnik SC-R. Panjang yang diperoleh ini
dapat menunjukkan berat dan umur dari foetus tersebut, sebagai berikut :
UMUR (BULAN)
|
PANJANG FOETUS (cm)
|
BERAT (g)
|
SIFAT FETAI / PLASENTA
|
1
|
0,8-1
|
0,3
– 0,5
|
Pucuk
kepala dan kaki jelas, plasenta belem bertaut
|
2
|
6-8
|
10
– 30
|
Pucuk
teracak, skrotum kecil, plasenta terpaut
|
3
|
13-17
|
200
– 400
|
Rambut
pada vivir, dagu, dan kelopak mata, skrotum pada jantan
|
4
|
27-32
|
1000
– 2000
|
Teracak,
berkembang warna kuning, ada legok bakal tanduk
|
5
|
30-45
|
3000
– 4000
|
Rambut
pada alis, bibir, testes dalam skrotum, puting susu
|
6
|
40-60
|
5000
– 10000
|
Rambut
dibagian dalam telinga, sekeliling legok tanduk, ujung ekor, dan moncong
|
7
|
55-25
|
8000
– 18000
|
Rambut
pada meta tarsal, meta carpal phalanx dan punggung, rambut panjang pada ekor
|
8
|
75-85
|
15000
– 25000
|
Rambut
pendek, halus diseluruh tubuh
|
9
|
20-100
|
20000
– 50000
|
Rambut
panjang sempurna diseluruh tubuh, gigi seri normal, foetus besar
|
B. Pembahasan
Semakin bertambahnya usia kebuntingan, makin bertambah pula
berat foetus. Peningkatan yang drastis terjadi pada masa kebuntingan 8-9 bulan.
Pertumbuhan pada masa prenatal dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu :
hereditas, ukuran, induk, nutrisi, lama kebuntingan, dan jumlah anak per
“litter.”
Posisi foetus dalam kornua uteri juga dipengaruhi oleh
komposisi antar sesama litter, perkembangan embrio dan endometrium sebelum
implantasi, ukuran plasenta, dan suhu udara luar. Ukuran foetus secara genetik
dipengaruhi oleh komponen gen itu sendiri, komponen gen induk, dan komposisi
intra uteri dengan foetus lain. Kontribusi genetik material dalam variabilitas
ukuran foetus jauh lebih besar dari pada kontribusi prenatal. Pada kenyataannya
telah diperkirakan bahwa 50%-75% variabilitasnya dalam berat lahir ditentukan
oleh faktor-faktor maternal.
Diskusi :
Berdasarkan
keterangan dari tabel mengenai keadaan karakteristik foetus (bovine) dalam
masa kandungan, kita dapat menentukan umur dan berat foetus sapi. Beratnya
500-800 gram memiliki ukuran sebesar kucing muda dalam kebuntingan 120 hari.
Ketepatan pengukuran memberikan hasil yang baik pula.
Cara yang paling
sering digunakan dalam pengukuran foetus ini adalah dengan metode SC-R karena
pengukuran hanya dengan menarik garis lurus tanpa mengikuti lekuk tubuh foetus.
Periode kebuntingan dapat di
bagi secara kasar dalam tiga bahagian, berdasarkan ukuran individu dan
pekembangan jarigan dan organnya. Ketiga periode itu adalah ovum, embrio dan
foetus. Periode ovum atau blastula berlangsung 10 – 12 hari, selak waktu
pembuahan yang biasanya terjadi beberapa jam sesudah ovulasi sampai pembentukan
membrane zygote dalam uterus. Periode embrio atau organogenesis berlangsung 12
– 45 hari masa kebuntingan.
Selama periode ini,
organ dan system utama tubuh berbentuk dan terjadi perubahan- perubahan dalam
bentuk tubuh sehingga pada akhir periode ini spesies embrio tersebur dapat
dikenal.
Periode foetus dan
pertumbuhan foetus berlangsung dari hari ke-45 masa kebuntingan sampai partus.
Selama periode ini terjadi perubahan- perubahan kecil dalam diferensiasi organ,
temuan, dan system bersamaan dengan pertumbuhan dan pematangan individu
antenatal. Selama periode ini caruncel dan cotyledon berkembang dan membesar
untuk mensuplai makanan bagi foetus. Pertambahan berat foetus dari hari ke-120
sampai hari ke-270 adalah tiga kali lebih besar dari pada pertambahan berat
badan dari waktu pembuahan sampai hari ke-120 masa kebuntingan. Pada permulaan
periode foetus terbentuk kelopak mata, osifikasi tulang dimulai, dan perubahan-
perubahan cepat terjadi pada rupa dan ukuran kaki.
Pada masa akhir
kebuntingan anak ternak yang normal telah berkembang sedemikian rupa sehingga
ia sanggup hidup di lingkungan cairan dan saluran pencernaan serta saluran
pernafasannya siap untuk mulai fungsi dan tanggung jawabnya. Selama minggu-
minggu pertamanya kehidupan di luar uterus terjadi suatu penyesuaian fisiologik
anak ternak yang memerlukan perhatian khusus dari peternak untuk mempertahankan
hidup dan pertumbuhan optimum dari ternak yang baru lahir.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN :
1.
Pengukuran dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu CC-R dan SC-R
2.
foetus yang digunakan dalam
praktikum, jika dilihat dari panjangnya (disesuaikan dengan tabel), maka foetus sapi tersebut berumur 6
bulan dan beratnya 5-8 kg
3.
kontribusi maternal dalam
variabilitas ukuran foetus jauh lebih besar daripada kontribusi paternal
4. posisi foetus dalam cornua uteri
dipengaruhi oleh komposisi antara sesama litter, perkembangan embrio dan
endometrium sebelum implantasi, ukuran plasenta, dan suhu udara luar.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku
Barnes,
Waikel Villee. 1984. Zoologi Umum Edisi Keenam Jilid I. Erlangga :Jakarta.
Bartges, JW. 1997. Hematuria. Didalam:
Tilley LP, Smith FWK, ac Murray AC, editor. The 5 Minute Veterinary Consult :
Canineand Feline. Maryland : Williamsand Weilkins A Waverly Company. hlm. 77.
Frandson, R.D.
1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Goddard, PJ. 1995. Veterinary
Ultrasonography. England : CAB International. hlm. 1-13
Robert SJ. 1971. Veterinary
Obstetricsand Genital Diseases. India : CBS Publishers & Distributors. hlm.
32
Patten, M. Bradley. 1964. foundation of
Embriology. Mc. Graw – Hill Book Company : New
York.
Toelihere, R. Mozes. 1985. Ilmu
kebidanan pada Ternak sapid an Kerbau. Universitas Indonesia :Jakarta.
Referensi Internet
Anonimus. 2006. http://www.pjms.com.pk/issues/octdec06/pdf/fetal_biometry.pdf
Diakses pada tanggal 17 Mei 2013.
Anonimus. 2006. http://www.pjms.com.pk/issues/octdec06/pdf/fetal_biometry.pdf.
Diakses pada tanggal 18 Mei 2013
Saimina, nanik. 2013. http://naniksaimina.blogspot.com/2013/02/makalah-ilmu-reproduksi-ternak-semester.html
tanggal 18 Mei 2013
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking